Perempuan adalah Jembatan
Telah lama aku renungkan tentang ini. Tentang kehidupan yang
ingin aku rangkai di masa depan dan kehidupan masa lalu. Tentang kehidupan
keluarga kecil ku besok dan keluarga ku sekarang. Tentang latar belakang dan
tentang gambaran tujuan.
Semakin besar seringkali kita punya pandangan hidup yang
berbeda dengan orang tua. Bukan berbeda seluruhnya, namun barangkali memang
keduanya tak mesti bisa dicocokkan. Semisal, aku sebagai perempuan, sudah
menjadi fitrahnya bahwa setelah menikah, bhakti perempuan berpindah ke tangan
suami. Tentu saja dalam hal ini aku ingin memiliki suami yang mampu mengayomi
dalam berbagai hal, khususnya dalam hal akhirat. Akan tetapi untuk memilih
siapa suamiku nanti, aku tak bisa secara egois mementingkan ego diri.
Sebagai anak organisasi, aku selalu kagum melihat mereka
yang mampu menyampaikan aspirasi dengan tegas. Aku kagum pada mereka yang mampu
memimpin dan menjadi panutan banyak orang. Sebagai anak rohis, aku kagum pada
mereka yang mampu mendakwakan diri di jalan akhirat.
Suatu hari, pada sebuah acara aku aku di cie-ciein adik
kelas. Aku pun hanya tersenyum. Dalam hati, ada sebuah pertanyaan besar.
Benarkah orang seperti itu masa depanku.
Dalam usia kepala dua, ketika banyak seumuranku telah
menikah. Aku sudah seringkali berpikir, bagaimana aku melepas orang tua dan
hadir untuk seseorang asing yang entah bagaimana nanti orangnya. Egoku, aku
ingin menikah dengan seseorang yang agamanya bagus, jiwa kepemimpinannya
teruji, sosialnya juga bagus, bacaan Al Qurannya bagus, hafalannya banyak,
mapan... :D Siapa aku? wkwkkwkw
Tapi aku berpikir ulang, bagaimana nanti suamiku terhadap
bapak ku. Apa iya seluruh yang aku impikan tentang gambaran hidup nanti tidak
bereberangan dengan bapak dan ibuku saat ini. Aku ingin menjadi penyatu,
penyeberang jalan kebaikan. Aku ingin menjadi jembatan peradaban. Biarlah
laluku tak sejernih embun, tak setinggi dan sewarna pelangi. Namun indahnya
masa lalu adalah menjadikanku seperti sekarang ini.
Aku berterima kasih kepada Bapak dan Ibuku yang aku yakin
mereka tak akan membaca ini. Aku menjadi paham bagaimana harus mendekatkan diri
kepada Allah, bagaimana bertaqwa, bagaimana menghabiskan waktu menjadi
benar-benar bermakna. Tapi semua itu tidak bisa mereka pahami. Aku sering berpikir,
aku ingin membawa kepahaman mereka seperti yang aku mengerti, biar kita bisa
sama-sama ke surga nanti. Tapi tak semudah itu.
Boleh jadi, aku mempunyai mimpi banyak hal. Boleh jadi aku
mempunyai impian seseorang yang kelak akan menjadi penyempurna agamaku. Mimpiku
yang lain adalah aku ingin agar orang tuaku kelak tersenyum di surga Allah.
Semua hal, atas jasa-jasa mereka yang telah baik menjadikan ku seperti ini.
Temanggung, 17 Oktober 2018
Terima kasih sharingnya
BalasHapus