Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2014

Berhentilah

Berhentilah Berhentilah menarik hatiku dengan berbagai cara, berhentilah menebar harap untuk asa dan kebahagiaan semu Berhentilah datang dalam mimpiku, berhentilah menguji hatiku dengan senyum manis yang membuatku semakin merasa sakit Berhentilah hadir didepanku yang membuatku tak bisa menafikkan rasaku Berhentilah dengan tatapanmu yang tak biasa itu, karena dengannya semakin sulit bagiku untuk menyembunyikan harapku Semakin sulit bagiku untuk berhenti bermimpi, berhenti menyukaimu, berhenti memikirkanmu Berhentilah memanggilku seperti itu, karena akan semakin sulit bagiku untuk tidak mengingatmu Berhentilah bercerita pada yang lain bahwa kau berharap, karena dengannya ibaku lebih mudah terpanggil Berhentilah dan tunjukkan padaku bahwa ada yang lain yang telah memiliki hatimu, berhentilah membuatku berharap banyak hal darimu… Berhentilah dan pangkaslah dahan-dahan rasa yang semakin tumbuh subur dalam hatiku Berhentilah dan hancurkanlah hatiku dengan berbagai cara

Ibu

Ibu   Senyumannya begitu lembut nan harum kurasakan Matanya yang teduh iringi setiap anganku… Terbayang betapa halus, lembut belai kasihnya Gurat-guratan indah diwajahnya adalah sebuah lukisan kehidupannya Memandang jauh ke angan dan harapan padaku Tertatih dalam langkah, tertegun dalam angan imajinasi Tegak berayun langkahnya dipinggir pematang Kuning menghijau hamparan harapan Sesak dadaku teringat olehnya Ketika ribuan wanita takut kulitnya terbakar Ketika yang lain rela menghabiskan banyak rupiah untuk sekadar merawat diri Apa yang terjadi padanya? Dia sama sekali tak peduli alam akan membentuk dirinya Matahari akan mewarnai kulitnya Bisikan angin akan membawa lelahnya kepada Tuhan bahwa ada harapan terpendam di balik pengorbanannya Lembut aliran air dibawah kakinya menyimpan sebuah rahasia besar dari setiap peluh yang tertetes

Tentang Sebuah Harap

Tentang Sebuah Harap Menyapa, tersenyum, berdiri disini… Menatap dalam angan penuh harap Sebuah bingkisan hati yang mungkin akan tersimpan hingga waktu yang kan menjawabnya Termenung dalam rona indah sang mega, Terjaga dalam dinginnya malam, membeku dalam kekakuan asa Harapku kian jauh terbang membawa jiwaku bersamanya Netraku tertaut olehmu, Entah esok, esok, dan esoknya lagi, esok dan selanjutnya, selanjutnya lagi Seterusnya, hingga kau dalam pelukku, Wahai ‘harapku’… Terdiam dalam kungkungan tetes air hujan, Dibawah talas mega yang terayun angin, dalam sayup-sayup gerimis senja Ribuan butir bayu bertaburan, sisanya memukulku untuk terus berlari Yang lain berteriak, bergemuruh agar kakiku jangan berhenti hingga harap kian nyata Agar niscaya sebuah mimpi, nyatanya sebuah harap dan impian. Terayun jauh kekhawatiranku, pada esok yang tak pasti Meski gamang, nafas ini masih terhembus Kalbu tak sejalan dengan logika Asa tiada lagi bergeming Hai

Sebuah Senyuman

Sebuah Senyuman Dipojok kampus ini, aku terdiam dalam renunganku. Dalam hiruk pikuk yang tak bisa aku melebur didalamnya. Aku terhanyut dalam duniaku sendiri, dalam pena dan kata. Lalu lalang mahasiswa didepanku hanyalah nada-nada piano yang seolah mewarnai setiap alur dalam ceritaku. Senyuman itu masih saja menginspirasiku banyak hal, seperti ketika kehadirannya dapat kucapai dengan netraku. Ingin kugambar dalam kertas putih, tapi sayangnya aku bukanlah seorang pelukis. Imajiku mengawang jauh keangkasa, menembus rentetan gedung-gedung diseberang, terbang bersama harapan yang sempat singgah dalam anganku. Kisah itu dimulai ketika aku bersikukuh tidak ingin dicap sebagai mahasiswa kupu-kupu, kuliah pulang, kuliah pulang. Aku pun memutuskan mengikuti sebuah kepanitiaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa. Berbeda dengan organisasi mahasiswa lainnya, organisasi ini hanya berlangsung selama periode Pemilihan Raya dikampus, setelah Presiden dan Wakil Presiden mahasis