Muhammad Al Fatih
Pada suatu waktu, seorang teman bertanya, “apa cita-cita kamu?”. Bukan pertanyaan yang ajaib, istimewa, bukan pertanyaan yang spesial. Pertanyaan yang bisa saja dia tanyakan kepada siapapun, pertanyaan yang bisa juga ditanyakan siapapun kepadaku. Pertanyaan cita-cita menjadi aneh ketika ditanyakan pada usiaku yang telah pasca remaja. Tidak banyak kemungkinan yang mampu membuatku bercita-cita banyak hal. Kemudian dia melanjutkan, “cita-cita itu bukan jabatan, bukan pekerjaan”. Ya, aku tahu dia benar, banyak orang berbicara tentang sesuatu hal yang nampak, tapi kali ini aku paham dia sedang berbicara tentang hakikat. “Aku ingin mempunyai anak yang luar biasa” jawabku saat itu, mungkin terdengar begitu pragmatis. Spontanitas. Tapi saat itu aku tidak melanjutkan penjelasan terperinci tentang jawabanku itu. Sebuah keputusan yang besar tentu saja berlandaskan perenungan yang panjang. Begitupun tentang cita-cita. Cita-cita sesungguhnya selalu berkembang selaras dengan perkembanga