Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

If you're survive

Ya Allah, janganlah Engkau biarkan hatiku berharap atas apa-apa yang bukan merupakan hak hamba...   Pada setiap hidup ada cerita yang terukir pada tiap sisinya. Terkadang ada pula yang ingin diungkap namun bahkan untuk diucap atau diakui justru begitu berat. Ada pula kejadian yang seharusnya tak diharapkan tapi terjadi. Lalu bagaimana menghadapi kalau ternyata semua justru terasa tak bisa dihindari? Bukankah seharusnya kita tak lagi dipusingkan dengan hal-hal pribadi, disana ada masalah umat yang menunggu tangan kita untuk bertindak. Dengarkah itu hai hati? Aku takut pulang, jujur. Aku tak mau kamu, dia, atau dia datang ke rumah. Tidak mau. Tapi toh aku bisa apa jika itu tetap saja mereka lakukan. " Aku gak suka Han", kataku pada temanku. " Afwan sedikit nasihat. 'Aku ga suka' agaknya sedikit arogan. Boleh kita membatasi diri kepada lawan jenis atas dasar prinsip dan berlaku untuk semua pria. Bukan atas dasar suka atau tidak suka. Allah Maha membolak ba

What's App

Bismillahirahmanirrahim... Assalamualaikum Ukh... Mohon dibaca pesan an, Afwan kalau an mengganggu waktunya Dan afwan kalau selama ini an banyak salah sama antee.. Baik itu mungkin an terlalu banyak mengatur2 Ukh xxx, Atau terlalu sering cerewet terkait penampilan ataupun terkait foto profil ataupun hal2 lainnya yang kurang berkenan dihati... Wallahualam Sebenarnya saya banyak mengatur dan banyak tuntutan pada Ukh xxx itu semata-mata karena ketika ada hal-hal dari Ukh xxx yang bisa memancing pandangan laki-laki tiba-tiba an selalu khawatir, selalu cemas dengan diri Ukh xxx... Afwan kalau saya tidak sopan, Karena saya sering berbincang berkumpul dengan temen laki-laki An lihat betapa seringnya ketika seorang laki-laki ketika melihat wanita maka mereka akan membicarakan kecantikan wanita tersebut, membayangkan wanita tersebut, dan membicarakan tentang kemolekan tubuh wanita tersebut, bahkan bermimpi tentang bersetubuh dengan wanita tersebut. Naudzubillahi min dzalik... Dan

6.12.2016

Dia           : " Kado terbaik yang pernah aku terima. Makasih banget..." Kamu       : " Alhamdulillah, kalau kamu menyukainya" (benarkah? semoga benar seperti itu) Ada basah bekas hujan yang tersisa di sini. Ketika tiba-tiba kelabu menjadi menghitam, pekat, kemudian blurr dan menjadi abu-abu lagi. Segenggam perasaan yang tak benar-benar mampu aku genggam. Dia2        : " wah sama, kamu benar, tak mungkin kita menghubunginya ketika tak ada urusan bukan?" Kamu      : " ya, seperti itulah, aku tak benar-benar mendalam untuk berkawan. Aku datang kalau aku membutuhkanmu, kamu boleh datang kapanpun kamu mau, jika aku bisa membantu, InsyaAllah aku akan bantu. Gitu kan?" Dia2        : " betul, kalau dia merasa tak pernah menghubungi ketika tak butuh, lalu apakah setiap saat kita harus menghubunginya. Enggak kan..." Sayup angin membantuku menepis daun yang menghalangi pandangku tentang esok hari. Aura petrikor masih harum tercium me

Bukan Allah tak adil

Aku hanya tidak habis pikir, bagaimana mungkin hidup terkadang susah dimengerti. Terakhir kali aku melihatnya, entah bagaimana aku bisa merasakan hawa tak baik terjadi padanya. Ketika itu aku baru akan berangkat ke kota belajar, aku berpapasan dengannya dipersimpangan. Dia terkejut melihatku. Hal yang membuatku kecewa adalah aku terlalu berharap padanya. Dia bukan saudara sekandungku, dia adalah anak kedua dari adik ayahku. Semenjak kecil dia menjadi anak asuh orang tuaku, dahulu aku seringkali merasa iri padanya. Sebagai anak bungsu dikeluarga ini aku semestinya manja, tapi sayang sekali kemanjaanku masa kecil tak terbayarkan karena saat itu orang tuaku mempunyai anak asuh, sehingga terkadang begitu terlihat mereka lebih mengutamakan dia sebagai anggota keluarga yang paling kecil. Saat itu aku begitu membencinya. Sangat. Waktu-waktu yang seharusnya saat itu orang tuaku bercumbu denganku pada masa kecil. Waktu-waktu yang seharusnya akulah yang ada dipelukan ibuku ketika menjela

Muhammad Al Fatih

Pada suatu waktu, seorang teman bertanya, “apa cita-cita kamu?”. Bukan pertanyaan yang ajaib, istimewa, bukan pertanyaan yang spesial. Pertanyaan yang bisa saja dia tanyakan kepada siapapun, pertanyaan yang bisa juga ditanyakan siapapun kepadaku. Pertanyaan cita-cita menjadi aneh ketika ditanyakan pada usiaku yang telah pasca remaja. Tidak banyak kemungkinan yang mampu membuatku bercita-cita banyak hal. Kemudian dia melanjutkan, “cita-cita itu bukan jabatan, bukan pekerjaan”. Ya, aku tahu dia benar, banyak orang berbicara tentang sesuatu hal yang nampak, tapi kali ini aku paham dia sedang berbicara tentang hakikat. “Aku ingin mempunyai anak yang luar biasa” jawabku saat itu, mungkin terdengar begitu pragmatis. Spontanitas. Tapi saat itu aku tidak melanjutkan penjelasan terperinci tentang jawabanku itu. Sebuah keputusan yang besar tentu saja berlandaskan perenungan yang panjang. Begitupun tentang cita-cita. Cita-cita sesungguhnya selalu berkembang selaras dengan perkembanga

Jujur pada dirimu sendiri?

Aku hanya merasa bersikap jujur pada diri sendiri bukanlah perkara mudah. Terlebih untuk jenis orang-orang introvert yang cenderung sangat misterius. Ibaratnya, mereka ingin dipahami tanpa mereka berucap sepatah kata pun. Suatu hari aku bermaksud memeriksakan mataku di sebuah optik. Bukan dokter, ya karena proses dengan dokter sangat ribet. Ini adalah pertama kalinya. Aku disuruh melihat susunan huruf yang tertera di dinding yang berjarak sekitar dua meter dariku. Satu persatu huruf kusebutkan hingga huruf kedua sebelum terakhir aku tak mampu melihatnya dengan jelas. Pada akhirnya petugasnya memasangkan lensa di depan mataku. Alhasil huruf lebih jelas kubaca. Petugas membantuku mencoba dengan dua jenis lensa. Lensa pertama adalah dengan ukuran minus 0,50 sudah jelas tetapi masih sedikit blur. Kemudian lensa 0,75 penglihatan lebih jelas. Sempat bingung memutuskan. “Kalo nggak lihat bilang aja Mbak”, kata petugas penjaga optik tersebut. Aku hanya teringat bapakku pernah men

Dunia tak hanya Cinta

Gambar
Bagaimana mungkin kamu dengan mudah mendeskripsikan sebuah perasaan padahal kamu tidak melihatnya? Mudah kita belajar tentang bentuk buah apel, mudah kita mengenal bentuk manusia. Ketika melihat sebuah objek, mata kita mengirim sensor pada otak untuk mengenal dan menjawab objek tersebut dalam sebuah definisi, mengelompokkan dalam suatu kategori. Tetapi hal ini berbeda ketika kita bicara tentang perasaan. Memangnya siapa yang mampu melihat perasaan? Batasan antara sedih, bahagia, suka, senang, kecewa mungkin lebih mudah terdefinisikan. Tapi bagaimana dengan cinta? Bisa jadi definisi cinta yang selama ini mengendap dan menjadi dasar kita melihat seseorang itu salah besar? Kamu mungkin bisa mencari di Wikipedia, buku atau di mana pun definisi tentang kata cinta. Tapi satu hal yang tidak dapat kamu temukan, yaitu definisi dari cinta itu sendiri. Bukan ‘kata’ tetapi ‘cinta’ itu sendiri. Ya, tentu saja karena cinta bukan kata, tetapi perasaan. Bahkan Wikipedia pun bisa saja salah mengar

Kamu adalah Keputusan

Gambar
Bercerita melalui tulisan seringkali mengingatkan bahwa cerita hidupmu begitu indah dan patut disyukuri setiap waktunya. Hal buruk yang tidak menyenangkan adalah ketika uang habis, pulsa habis, kuota habis dan kamu lapar. Rasanya ingin pulang tapi ayolah kita harus berpikir dewasa. Ingat setiap masalah pasti bisa diatasi, dan setiap kesulitan dalam hidupmu akan membuatmu lebih dewasa, kamu akan terbiasa untuk mendarat maupun terbang. Kamu tidak akan jatuh dan terluka ketika mendarat dan kamu tidak lagi akan melayang ketika terbang. Bersyukur saja. Apabila kamu tidak bisa menyukuri hal kecil bagaimana bisa kamu mensyukuri hal besar. Yakinlah bahwa kamu bisa melewat kesulitan-kesulitan itu. Ingat bahwa hidup tidak berputar-putar, kehidupan berjalan. Jadi jangan khawatir, tidak selamanya kamu menderita. Ibarat makanan yang selama ini membuat fisikmu tumbuh, ujian, rintangan dan kesulitan adalah makanan yang akan membuat mentalmu tumbuh. Hingga kamu pantas dianggap telah dewasa buka

A kind of being uniq

Gambar
Seringkali dari kita menyesalkan banyak hal yang tidak maksimal. Ketika dalam dunia tulis menulis, kamu berpikir kamu harus menjadi yang terbaik, tetapi kamu tidak pernah merasa baik karena ternyata ada temanmu yang lebih baik dan menguasai medan dengan baik. Setelah itu kamu berpikir untuk hal lain, barangkali bakatmu ada di bidang desain, kamu pun mencoba banyak hal, mencoba menjadi yang terbaik, tetapi sayangnya kamu melihat ternyata disana ada yang lebih baik darimu, perhatian banyak orang selalu tertuju pada karyanya. Kamu pun menyesal dengan kemampuanmu sendiri, dan berpikir bahwa kamu tak cukup baik dalam hal tersebut. Penyesalanmu kemudian membuatmu ingin berpindah ke fokus lain. Dalam hal akademik barangkali kamu bisa menjadi yang terbaik, akhirnya kamu pun mencoba untuk belajar lebih dari biasanya, mencoba mengerjakan tugas lebih rajin. Tetapi semua tak berhenti disitu, kamu pun akhirnya menemukan orang lain yang menyaingimu. Dia ternyata berpikir lebih logis, menger

Kita dan mimpi

Gambar
Proses menjadi dewasa memang tak mudah. Seringkali kita dihadapkan pada tantangan yang begitu menyulitkan, menantang hal-hal yang bahkan diluar dari ekspektasi kita sebelumnya. Terkadang aku berpikir, dalam hidup kita dihadapkan pada banyak pilihan. Setiap opsi dalam pilihan itu tentu memiliki konsekuensi masing-masing. Setiap opsi memberikan jalan yang berbeda-beda. Ada yang memilih untuk mengambil jalan tak jauh dari dia hidup sebelumnya, tidak banyak resiko. Ada pula yang mengambil jalan yang begitu jauh dari dia hidup sebelumnya. Hanya mengandalkan kepercayaan dan keyakinan dia tetap melangkah, meski jalan begitu panjang, gelap dan penuh semak belukar. Ada dua pilihan dan kenapa dia mengambil yang sulit? Padahal dia tahu konsekuensinya, padahal dia belum tahu apakah setelah jalan sulit itu dia akan menemukan mungkin rumah impiannya atau tidak. Tetapi dalam setiap langkahnya, dia melihat tentang dirinya di depan sana. Dia melihat ke dalam gelap ada guratan cahaya yang mel

Diskusi Jasad dan Ruh

Gambar
Bayangkan, Bagaimana kalau ternyata wajah jasad dan wajah ruh kita itu berbeda. Bayangkan, bagaimana kalau ternyata cantik/gantengnya wajahmu di depan cermin jauh berbeda dengan wajah ruhmu. Orang tunanetra tidak pernah diijinkan untuk melihat wajah fisiknya, dan bagaimana kalau ternyata seperti itulah mata kita sekarang terhadap wajah ruh kita. Sudahkah merasa sempurna dengan cantik dan gantengnya wajah fisikmu sekarang? Wajah bersih, mata tajam, bulu mata lentik. Sempurna, pikirmu. Tapi apakah kamu yakin bahwa wajah jasadmu itu juga persis dengan wajah ruhmu? Minggu lalu ada sebuah musibah menimpa kawan organisasiku. Ayahnya yang beberapa minggu sakit, telah berpulang ke Illahi. Dia pun sah menjadi yatim. Gadis yang seharusnya masih membutuhkan sosok seorang ayah, yang masih membutuhkan seorang laki-laki yang melindungi tanpa tendensi apapun, lelaki tempatnya bersandar selama ini. Kini tak perlu lagi merasa butuh. Tak bisa lagi berharap yang serupa. Hari itu adalah mal

Hujan

How beautiful that is! When every water falling to the ground it will breaks the water below... Suara berisik alam yang akan sangat kamu rindukan ketika berbulan-bulan tidak hadir. Itulah hujan. Ini adalah hujan-hujan pertama setelah bulan-bulan yang panjang membuat bumi tampak begitu gersang. Hujan pertama yang akan menimbulkan bau khas debu kering tersiram air. Kamu tahu, mungkin kamu bisa merekam setiap moment dengan video atau kamera. Itulah mengapa orang berlomba-lomba membeli kamera mahal, agar moment yang terekam hampir sama persis dengan kejadian asli. Tapi sayang, tidak ada satu pun teknologi yang mampu merekam aroma, padahal seringkali hanya dengan aroma pikiran kita bisa saja melayang, de javu, memutar kembali rekaman masa-masa silam yang tersisa di neuron. Dan, aroma bau khas debu ketika hujan pertama kali datang, seringkali membawaku pada ingatan masa kecil dahulu. Bukan hal aneh mungkin, tetapi masa kecil adalah hal istimewa bagi setiap orang. Seorang anak kecil

Koma

Koma Oleh : Zahranisa Perempuan itu terdiam. Detik yang terus melaju semakin menghakimi, semakin menyudutkanya. Di sebuah ruangan berukuran tiga kali empat meter. Tubuh di depannya membeku. Sejuluran selang dari mulut dan dari tangannya. Sayup-sayup suara ‘tut’ ‘tut’ yang keluar dari sebuah mesin di sebelah kepala tubuh di depannya semakin jelas. Semakin didengar semakin memakinya, seolah meminta pertanggung jawaban untuk segera dikembalikan di ruangan tidurnya yang tak harus ia bergeming setiap detik sebagai suar kehidupan. Di genggamnya berkali-kali tangan dingin itu. Ditatapnya lekat-lekat wajah tanpa ekspresi di depannya. Berharap sepasang kelopak mata yang dahulu sering kali berkerling mendengar cerita-cerita konyolnya itu terbuka kembali. Kembali berkerling. Sekali lagi. Menatap kembali kornea yang menyiaratkan seribu kebahagiaan, kesedihan atau bahkan kebencian. Sekali lagi, sungguh! Sekali lagi, untuk memperbaiki retak-retak hubungan yang telah terjalin tahunan itu seb