Gak Daftar CPNS... Sombong atau Keyakinan Prinsip?

Pasca lulus tahun 2017 lalu, pendaftaran CPNS sudah dibuka. Jutaan orang menyiapkan berkas untuk mendaftarkan diri menjadi bagian dari pegawai sipil milik pemerintah. Satu alasan, lebih terjamin masa depannya. Entah gimana aku masih urung. Meskipun terkadang ada rasa iri melihat teman yang sudah bekerja di pemerintahan, banyak dari mereka terlihat begitu bahagia di banyak postingan sosial media.


Ada lagi satu temanku, dia lulus lebih dulu satu tahun dariku, ambil D3 Akuntansi. Setelah lulus dia bekerja di sebuah perusahaan penyedia sinyal (duh apasih sebutannya). Suatu ketika aku ada acara ke Semarang, yang mengharuskan aku untuk menginap di kos an dia yang baru, dia bercerita banyak hal yang pada kesimpulannya setelah 9 bulang bekerja di penyedia sinyal, sekarang dia bekerja di bawah kementrian keuangan bidang pajak. Gajinya, untuk D3 masih dibawah dua digit, tapi dia bilang teman-temannya yang lulus S1 bisa lebih dari dua digit. Dalam hati, wah enak banget gajinya banyak. Bisa buat ngapa-ngapain tuh. Bisa perawatan, bisa beli ini itu, bisa invest, bisa beli rumah, bla bla bla...


Ada juga, banyak dari teman-temanku yang bekerja di BUMN. Duhh seperti keluar dari masa primitif lah hidupnya. Yang dulunya serba seadanya sekarang jadi kinclong di sana sini. Buset yak... But its the fact. Yang cowok pada begimana gitu, yang cewek juga. Apakah aku iri? I think, Im not. Hanya kurang berkenan dengan ‘CARA’ mereka menunjukan kehidupan baru mereka.


Pada intinya, kalau saja ikan dapat terbang mungkin dia akan lebih gila memenuhi angkasa siang dan malam. Pun jika burung bisa berenang, entahlah bagaimana wajah lautan sekarang jika elang bisa menyelam.


Aku bukan anak dari keluarga berada, bukan juga dari keluarga yang kokoh prinsip agama. Hanya orang biasa yang sok ingin tahu, dan sok ingin bermimpi tinggi. Kadang sombong, tapi sebenarnya tak pernah berniat sombong. Ketika masih di kampus, aku banyak berdiskusi dengan teman-temanku, tentang semua hal di sekitar kita. Pemerintahan yang begitu ruwet, bobroknya sistem transparan dan keadilan, tentang pajak yang masih syubhat, tentang bank yang ternyata banyak unsur ribanya, tentang PNS yang gajinya berasal dari pajak. Sehingga berkesimpulan, bahwa pada intinya saya tidak ingin menjadi PNS. Aku ingin mengejar yang lebih tinggi. Baik di mata Allah maupun di mata manusia. Idealismekah? I dont know...


Tahun kedua kuliah, aku diamanahi di departemen Annisa, segala hal tentang perempuan. Kata temanku, yang di Annisa itu pasti anak-anaknya cewek bgt. Dalam hati, ah benarkah? But, tapi itu satu kali pertama aku ingin tahu lebih banyak tentang wanita. Pandangan Allah menciptakan makhluk yang istimewa ini. Kesimpulannya, aku menemukan dari hampir setiap ustadz setuju bahwa peran perempuan yang sebenarnya adalah di rumahnya. Apapun alasannya. Apakah anak yang di asuh oleh ibunya sendiri dengan segenap pemahaman yang dia miliki, akan sama, dengan anak yang di asuh dengan babysister, meskipun pada sore dan malam hari dia bertemu dengan ibunya. Pasti akan berbeda. Apakah ada yang sia-sia didunia ini meskipun kecil? Aku rasa Allah pasti akan memberikan nilai atas pilihan-pilihan dan kerja kita, meskipun kecil.


Budi ashari dalam kajiannya menjelaskan bahwa hakikat peran wanita yang Allah kehendaki adalah 54% sebagai istri, 27% sebagai Ibu, sedangkan 19% pribadi. Apa artinya? Apapun yang kita lakukan, niatkan seharusnya kita menuju pada yang prosentase-prosentase itu. Ustadz Syafiq Riza menjelaskan, wanita wajib bekerja di rumahnya. Ngurusin anaknya, ngurusin suaminya. Ibu rumah tangga itu adalah mencakup semua pekerjaan yang ada. Islam memuliakan wanita, bekerja diperbolehkan asalkan yang sesuai syariat Islam dan tidak menyalahinya. Bagaimana masa depan negeri ini kalau anak-anak itu yang ngurus pembantu, jiwa mereka jiwa pembantu karena ibuknya kerja, bapaknya kerja. Kadang-kadang kita tidak berpikir kita lihat Bapak-Bapak Presiden kita, Ibuknya kerja apasih? Wanita karir? Sehingga bisa mengeluarkan anak-anak seperti itu? Orang penting? Mereka yang mendidik anak-anaknya sehingga menjadi orang-orang yang sukses. Makanya Islam benar-benar menghargai peran seorang ibu.


Kadang aku berpikir, apakah aku bodoh, sok yes apa gimana. Kenapa banyak orang yang tidak mengikuti jejakku bahkan banyak yang menentang keyakinan ku. Seringkali juga aku berdebat dengan temanku yang bekerja di sebuah BUMN terbaik di negeri ini. Tentang wanita karir dan Ibu Rumah Tangga. Alhasil tetap tidak ada penyelesaian dan malah seringkali aku merasa keyakinanku bisa saja salah. Kalau aku tidak ngejar karir, jangan-jangan besok suamiku penghasilannya kurang? Jangan-jangan nanti jadi ibuk-ibuk yang kucel gegara kerjaan cuma mondar-mandir jadi Cleaning Service di rumah. Jangan-jangan nanti gak bening lagi, padahal suami tiap hari ngadepin cewek-cewek Sales yang bening-bening. Astaghfirullah...


Banyak rasa takut itu. Banyak. Tapi aku mencoba meluruskan niat, berkali-kali meluruskan niat. Suatu hari temanku bertanya, ‘gak daftar CPNS?’, spontan aja aku nyeplos, ‘gaklah, gak minat aku’. Selang beberapa detik aku tanya balik, ‘kamu nyoba?’ iya nih. Waduh beberapa waktu setelahnya aku berasa sombong banget ya. Apalagi ini kayaknya lawan bicaraku belum pernah dengerin kajiannya Ust Syafiq Riza dan Ust Budi Ashari.


Dulu aku bermimpi ingin menjadi pegawai bank, bening, cantik, pinter. Kayaknya wanita karir tuh keren banget. Keren ajah. Tapi saat ini, aku berdoa, semoga kelak Allah penuhi segala kebutuhanku lebih dari mereka yang menghabiskan waktu hampir sepuluh jam sehari untuk uang, dengan aku ingin mewakafkan diri dijalanMu. Seberapa indah bidadari surga itu? Tapi katanya lebih indah adalah istri yang sholehah. Bagaimanakah menjadi sholehah di mata Allah dan di mata manusia...? Aku ingin mempunyai anak-anak seperti Muhammad Al Fatih, Salahuddin Al Ayyubi, aku ingin anak-anakku kelak adalah seorang Pemimpin yang mampu menjadi arsitek peradaban Islam, aku ingin anak-anaku kelak adalah seorang pelopor kebaikan. Karena sungguh, kelak aku ingin bertemu dengan Aisyah, aku ingin menjadi cantik selamanya di surga. Bukan menjadi penghuni neraka.


Karir atau Rumah Tangga? Itu pilihan.

Dan keyakinan masing-masing.



Temanggung, 07 Oktober 2018

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sahabat yang Hilang

Hujan

Pertama itu